GMNI Gelar Aksi “Go to Hell with Your Tariff”, Serukan Penolakan Neokolonialisme di Depan Kedubes AS dan China

Daftar Isi

GMNI Gelar Aksi “Go to Hell with Your Tariff”, Serukan Penolakan Neokolonialisme di Depan Kedubes AS dan China
GMNI Gelar Aksi “Go to Hell with Your Tariff”, Serukan Penolakan Neokolonialisme di Depan Kedubes AS dan China


Waeboto.com - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Raya menggelar aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Kedutaan Besar China, dan Istana Negara, pada Jumat (11/4/2025). 

Aksi ini digelar bertepatan dengan peringatan menjelang 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA), yang menurut mereka menjadi momentum untuk mengingat kembali semangat anti-kolonialisme dan anti-imperialisme.

Dalam aksi tersebut, massa membawa spanduk dan meneriakkan slogan “Go to Hell with Your Tariff”, sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat di era Presiden Donald Trump. 

GMNI menilai kebijakan tersebut merupakan wujud baru dari kolonialisme modern atau post-modern imperialism yang merugikan kedaulatan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Trump melalui kebijakan America First-nya telah menetapkan tarif resiprokal yang tidak adil. Ini bentuk kolonialisme gaya baru yang harus dilawan,” ujar salah satu orator dalam aksi, seperti dikutip dalam siaran pers resmi GMNI.

Serukan Jalan Politik Non-Blok dan Trisakti

Dalam pernyataannya, GMNI menekankan pentingnya Indonesia kembali pada politik luar negeri bebas aktif dan menjunjung prinsip jalan politik non-blok sebagaimana semangat Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung. 

Mereka juga menyoroti bagaimana baik Amerika Serikat maupun China dinilai sama-sama menjalankan praktik kapitalisme hegemonik, meskipun dengan pendekatan berbeda—AS berbasis korporasi, sementara China dengan model kapitalisme negara (state capitalism).

“Baik AS maupun China menggunakan kekuatan ekonomi dan teknologi untuk memperluas pengaruh global. Ini bertentangan dengan semangat Dasasila Bandung,” lanjut pernyataan tersebut.

Dasasila Bandung merupakan piagam hasil KAA 1955 yang berisi prinsip-prinsip dasar hubungan internasional yang damai dan setara, di antaranya menghormati kedaulatan negara lain, tidak mencampuri urusan dalam negeri, serta menolak segala bentuk kolonialisme dan rasisme.

Desakan terhadap Pemerintah Indonesia

GMNI juga menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah Indonesia, termasuk agar bersikap lebih tegas terhadap intervensi asing dalam urusan ekonomi dan politik dalam negeri. 

Mereka meminta pemerintah untuk menolak cawe-cawe kekuatan asing dalam kebijakan nasional, serta mendesak langkah-langkah berikut:

  1. Melakukan politik non-kooperatif terhadap kebijakan tarif Amerika Serikat.

  2. Membangun ekonomi berdikari dengan semangat Pasal 33 UUD 1945.

  3. Mewujudkan reformasi hukum yang dapat menghentikan praktik korupsi dan nepotisme.

  4. Memberantas oligarki yang mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan segelintir elite.

  5. Melakukan boikot ekspor dan impor strategis dari dan ke Amerika Serikat sebagai bentuk tekanan diplomatik.

  6. Membangun kemitraan baru dengan negara-negara yang setara secara geopolitik.

  7. Meninggalkan ketergantungan pada dolar AS dengan mempercepat transaksi mata uang lokal, borderless payment, dan bahkan eksplorasi penggunaan Bitcoin dalam perdagangan internasional.

Dalam pernyataan akhirnya, GMNI menyerukan agar pemerintah tidak melupakan cita-cita kemerdekaan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila. 


Mereka juga menyampaikan peringatan keras kepada pemerintahan Prabowo Subianto.

“Jika pemerintah tidak berani bersikap, maka saatnya generasi muda berseru: potong satu generasi!” tegas GMNI dalam seruannya.

Aksi berjalan damai dan mendapat pengawalan aparat kepolisian. GMNI menegaskan akan terus menyuarakan kepentingan rakyat dan semangat anti-imperialisme sebagai bentuk komitmen terhadap kedaulatan nasional.

Posting Komentar